Monday, August 19, 2013

Lautandhana Daily View 19 Agustus 2013

IHSG akhir pekan marak diramaikan aksi tekanan jual investor di hampir keseluruhan sektoral yang dipimpin oleh koreksi saham-saham sektoral financial dan aneka industry. Hanya tercatat satu sektoral yang mampu ditutup menguat yakni pertambangan. Alhasil, IHSG ditutup terkoreksi 2,5% di level 4.568,7. Realisasi transaksi net sell asing senilai Rp 892 miliar. Saham-saham jajaran top gainers di antaranya Indo Tambangraya (ITMG) naik Rp 500 ke Rp 28.700, Samudra Indonesia (SMDR) naik Rp 325 ke Rp 3.525, Bukit Asam (PTBA) naik Rp 150 ke Rp 11.800, dan Asahimas (AMFG) naik Rp 150 ke Rp 8.100; sedangkan saham-saham top losers antara lain HM Sampoerna (HMSP) turun Rp 2.000 ke Rp 77.000, Telkom (TLKM) turun Rp 600 ke Rp 11.350, Indocement (INTP) turun Rp 600 ke Rp 20.850, dan United Tractor (UNTR) turun Rp 550 ke Rp 17.050.

Bursa AS di akhir pekan ditutup terkoreksi terbatas dipicu oleh hasil kinerja emiten ritel yang mengecewakan dan tingginya yield obligasi pemerintah 10 tahun. Indeks Dow Jones, S&P500 dan Nasdaq masing-masing ditutup ke level 15.081,5 (-0,2%), 1.655,8 (-0,3%) dan 3.602,8 (-0,1%). Sementara itu, bursa Eropa akhir pekan ditutup menguat merespon positif laju pertumbuhan ekonomi zona Eropa sebagai tanda mulai keluar dari masa resesi. Indeks Dj Euro Stoxx menguat 0,6% ditutup ke level 2.854,3 sedangkan FTSE 100 menguat ke level 6.500 (+0,3%).

IHSG awal pekan kami perkirakan bergerak fluktuatif cenderung bearish dalam kisaran yang terbatas. Saham pilihan kami antara lain: ANTM dan TINS.

BI Tahan Pertumbuhan Kredit Jadi 18-20%

BI Tahan Pertumbuhan Kredit Jadi 18-20%

Pekan lalu BI memutuskan untuk tidak mengubah BI Rate dilevel 6,5% atau sesuai dengan harapan pasar. Namun disisi lain, BI mengeluarkan kebijakan berbeda dengan menurunkan batas atas Loan to Deposit Ratio (LDR) dari 100% menjadi 92%. Berhubung beberapa bank besar memiliki LDR diatas 92%, mereka harus menempatkan dana lebih banyak di bank sentral atau rasio GWM yang lebih besar.

Kebijakan penurunan batas atas rasio intermediasi giro wajib minimum atau GWM-LDR menjadi 78%--92% dinilai akan memperlambat pertumbuhan kredit di dalam negeri. Bank Indonesia pun menurunkan target pertumbuhan kredit perbankan nasional menjadi 18-20% dari sebelumnya 21,7-23,6%. Sektor perbankan tidak hanya terkena dampak negatif dari kebijakan ini. Tahun depan, pemerintah juga akan menggenjot pendapatan pajak dari sektor finansial dan juga properti seiring dengan naiknya target penerimaan pajak sebesar 14%.